Senin, 27 Mei 2013

My Adventures (Part V): Bye Rinjani! We’re Back Home, Bringing The Memories


 Pukul 11:30wita kami telah siap melanjutkan perjalanan pulang, membawa semua kenangan kami selama berada di Rinjani.

Kami Berlatarkan Danau Segara Anak dan Gunung Baru

Perjalanan pulang kami dari Danau Segara Anak menuju Plawangan Senaru didominasi hutan cemara gunung, namun menurutku jalurnya memang benar-benar sadis. Kalau kebanyakan di gunung lain, perjalanan pulang ya turun gunung. Di Rinjani berbeda, mau pulang saja kami harus mendaki bukit bahkan bebatuan serta melipir tebing dan bukit lagi dengan jurang disamping kanan atau kirinya. Tak jarang juga aku meminta istirahat sekedar melepas dahaga.


 Jalur Melipir Bukit Menuju Plawangan Senaru

Kami Beristirahat Sejenak Melepas Lelah

Kami berempat selalu saling menyemangati dengan kalimat “Ayo cepetan sampe Plawangan Senaru, nanti disana kita buka Nata de Coco!” Walau sudah berjam-jam kami mendaki, Danau Segara Anak masih terlihat jelas dari pandangan kami.

Melewati Jalur Bekas Longsoran Bebatuan

Puncak Plawangan Senaru sudah terlihat diatas kami, ya benar-benar tegak diatas kepala kami. Walaupun sudah terlihat, jalur menuju kesana masih agak jauh memutar bukit dan melipir tebing. Diujung jalur menuju Plawangan Senaru aku sedikit kesulitan, karena medannya berupa bebatuan tinggi yang tegaknya hampir 90o. Mengharuskan kami untuk memanjat bebatuan tersebut dengan konsentrasi penuh karena dibawah bebatuan itu merupakan jurang.
Pukul 15:00wita kami tiba di Plawangan Senaru, Nata de Coco pun kami habiskan disana. Kami menyebutnya “Nata de Coco Celebration”.

Nata de Coco Celebration

Plawangan Senaru merupakan camp area bagi pendaki yang naik lewat Jalur Senaru sebelum akhirnya menuju Danau Segara Anak, biasanya jalur naik lewat Senaru didominasi oleh turis mancanegara dibandingkan dengan turis lokal. Dari Plawangan Senaru selain pemandangan Danau Segara Anak yang indah, pun terkenal dengan pemandangan sunsetnya, namun hari itu kami tidak bisa menikmatinya. Karena kami tidak mau lebih malam lagi sampai di RTC Senaru.

View Danau Segara Anak dari Plawangan Senaru

Pukul 16:00wita kami melanjutkan perjalanan menuju RTC Senaru, melalui sedikit jalur berbatu setelah itu didominasi jalur tanah, namun kali ini jalur sudah benar-benar turun. Sedikit hambatan lagi untukku, nyeri di lutut kiri ku kambuh dan membuat langkahku melambat. Beruntung karena Aryo meminjamkan deker lututnya untukku dan memang sangat membantu meringankan rasa sakit dilututku. Di pos tiga kami beristirahat sejenak, sebelum kembali melanjutkan perjalanan.
Hari sudah gelap, kami mulai memasuki hutan hujan dimana menjulang tinggi pepohonan rindang yang sepertinya jika siang matahari pun tak dapat menembus rindangnya. Trek tanah yang kami lewati basah seperti sehabis diguyur hujan, yang tak jarang membuat kami terpeleset. Di sepanjang jalurpun sering kami temui pacet.
Trek malam itu sedikit memaksaku untuk berjalan cepat, suasana memang sangat mencekam, akupun diliputi rasa takut. Tak jarang Bang Eday mengingatkan kami untuk terus berdoa dalam hati meminta perlindungan kepada Sang Maha Pencipta. Rasa sakit dilutut kembali menyerang dan tak boleh kurasa, karena itu hanya membuat tempo berjalanku kembali melambat. Dipikiranku hanya cepat sampai di RTC Senaru sebelum hari lebih malam lagi. Disetiap pos kami hanya beristirahat tak lebih dari lima menit, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.

Jebag Gawah, Pintu Senaru

Pukul 21:00wita, kami tiba di Jebag Gawah yang merupakan Pintu Gerbang Senaru. Disana terdapat sebuah warung kecil dan rumah panggung, dirumah panggung itu aku langsung melepas lelah, melepas beban carrier di pundak. Karena perjalanan ke RTC Senaru masih ada 1,5 km lagi. Bang Eday menghampiriku sambil membawa senampan pisang goreng dari warung itu, dari Segara Anak aku memang ingin makan pisang goreng. Aku sangat senang karena akhirnya bisa bertemu pisang goreng. Tak berapa lama setelah makan pisang goreng, aku kembali merebahkan badan dirumah panggung itu, rasa kantuk yang sudah menghampiriku selama trekking membuatku langsung terlelap. Entah berapa lama aku tertidur, sampai akhirnya aku dibangunkan untuk kembali melanjutkan perjalanan ke RTC Senaru.
Kami melewati perkebunan warga, namun tempo berjalan Bang Eday dan Bang Sandy masih saja cepat. Aku dan Aryo tertinggal sedikit dibelakang, karena lututku sudah tidak lagi bersahabat. Sakit dilutut makin menjadi-jadi, sering aku meminta mereka memperlambat tempo berjalannya. Sekitar pukul 23:00wita baru kami tiba di RTC Senaru. Karena sudah tidak ada kendaraan menuju Mataram, kami memutuskan untuk beristirahat di Pos RTC Senaru. Pos yang terbuat dari bambu itupun sangat nyaman untuk kami beristirahat walaupun berada diluar tanpa ada penghalang, tak sedikitpun dingin yang terasa. Petualangan kami di Rinjani telah selesai, malam itu kamipun terlelap dalam mimpi masing-masing.

Buatku, Rinjani mengajarkanku betapa perlunya do’a dan ikhtiar untuk menggapai sebuah keindahan, perjuangan menaklukan ego pada diri sendiri just like Sir Edmund Hillary said, “It’s not the mountain we conquer, but ourselves”, belajar untuk tetap bersabar agar tetap bisa berdiri dan bertahan meski terjatuh, belajar menjadi lebih bersyukur kepada Sang Maha Pencipta atas keindahan dan nikmat yang telah kudapat. Terima kasih Tuhan!

Dipendakian ini, mungkin aku yang paling beruntung, aku diantara teman-teman yang super hebat. Mereka tak pernah lelah memberikan semangatnya untukku, mereka tak pernah marah menghadapi tingkahku walaupun membuat mereka kesal, mereka ajariku banyak hal tentang arti kebersamaan dan arti kekeluargaan. Terima kasih Bang Eday, Bang Sandy, Aryo, Bang Hendrik, dan Mba Dian. Terima kasih Sahabat Ilalang!


Tak ada kuas dan kanvas yang mampu menggambarkan lukisan alam dari Sang Maha Pencipta, tiada kata yang pantas menceritakan keindahannya. Datang, rasakan, dan lihat sendiri betapa indahnya bentangan alam yang telah Tuhan beri kepada kami, kawan!




***

2 komentar:

  1. kok acara ketinggalan pesawatnya ga di jabarin? bakakkka

    BalasHapus
  2. errrr itukan cerita di Bali kak, bukan pas di Lombok hahah

    BalasHapus