Jumat, 15 Februari 2013

Jawa Timur Part 3: Teluk Hijau


24 Desember 2012
Setelah Kawah Ijen, perjalanan kami lanjutkan ke Teluk Hijau. Sebuah teluk yang berada dikawasan Taman Nasional Meru Betiri, terletak di Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi Jawa Timur. Menurutku, akses menuju Teluk Hijau ini sangat sulit. Tak ada kendaraan umum, serta rute jalan yang rumit. Beruntung kami menggunakan jasa guide yang menjemput kami di salah satu pom bensin Banyuwangi. Menempuh perjalanan sekitar 5 jam dari Kawah Ijen, kamipun tiba di salah satu pantai yang ada di Taman Nasional Meru Betiri yaitu Pantai Rajeg Wesi. Pantai yang indah juga, namun tujuan kami bukan ke pantai itu. Perjalanan kami lanjutkan dengan masih menggunakan elf yang kami sewa dari Surabaya, sekitar setengah jam akhirnya kami tiba disebuah perkampungan penduduk. Mana Teluk Hijaunya? Oh ternyata kami harus trekking menuju Teluk Hijaunya, menyusuri hutan yang masih alami dengan beragam satwa didalamnya. Setengah jam berjalan kami disuguhkan pemandangan pantai yang sangat sangat indah. Namun guide kami bilang itu bukan Teluk Hijau, masih ada sekitar setengah jam lagi untuk sampai ke Teluk Hijau.

 Pemandangan disekitar Teluk Hijau

 Indahnya Pantai disekitar Teluk Hijau

Kami pun meneruskan langkah hingga menemukan sebuah pantai. Itu Teluk Hijau? Masih bukan, ternyata itu Pantai Batu. Sangat unik di pantai ini, karena kami tak menemukan sedikitpun pasir pantai yang terdapat di tepi pantai kebanyakan. Disini yang kami lihat hanya bebatuan ditepi pantainya.

 Pantai Batu

Kami menyusuri tepian Pantai Batu untuk tiba di Teluk Hijau, yang terletak dibalik tebing tinggi seolah tebing tersebut merupakan batas antara Pantai Batu dan Teluk Hijau. Ya memang betul, hampir satu jam kami menyusuri hutan dan pantai akhirnya kami menemukan yang namanya Teluk Hijau. Subhanallah, itu kata yang pertama kali aku ucapkan. Sangat takjub dengan indahnya pesona Teluk Hijau, yang sangat menawan. Mungkin ini bisa disebut surga diujung Jawa Timur. Butiran pasir putih yang sangat halus, bersih, jauh dari ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab karena memang masih jarangnya orang-orang yang mengunjungi pantai ini. 

 Teluk Hijau dengan Hamparan Pasir Putihnya

Sangat Indah Bukan?

 Jernihnya Air Laut di Teluk Hijau

Tak puas hanya melihat indahnya pantai ini, beberapa temanku memutuskan untuk menceburkan diri ke jernihnya air laut Teluk Hijau. Canda tawa yang kulihat dari raut wajah mereka, asik memang tapi aku lebih memilih melihat suka cita mereka dari tepian pantai. Namun sepertinya ada yang mengincarku, niat jahil mereka sepertinya mulai terlintas. Sedang asik duduk ditepi pantai tiba-tiba aku dikepung oleh mereka yang lantas menggotong dan menceburkanku ke pantai. Tak ada rasa kesal yang kurasa, walau sebelumnya aku tak berniat untuk basah-basahan. Kami semua berbaur, bercanda tawa, berteriak melepaskan semua penat yang ada, bermain pasir, mengubur Mifta didalam pasir, dan yang sangat wajib yaitu berfoto.

 Tika, Tya, dan Mifta

 Canda Tawa Kami di Teluk Hijau

Puas melepaskan penat dan haripun semakin sore, kami bergegas membersihkan diri. Ya bisa dibilang air terjun mini, karena tetesan air yang jatuh tak terlalu deras namun sangat menyegarkan. Entah dari mana asalnya, air terjun ini menghasilkan air yang tawar dan lumayan menyegarkan tenggorokan. Beberapa dari kami bergegas ke Pantai Batu, karena ternyata didekat pantai batu ada mata air tawar yang tak kalah menyegarkannya. Membersihkan tubuh seadanya, kami melanjutkan perjalanan (jalan kaki lagi) keperkampungan penduduk. Tak habis akal, kamipun menumpang mandi di salah satu rumah disana. Ibu pemilik rumah sangat ramah dengan kedatangan kami.
Setelah semuanya bersih dan rapi kami melanjutkan perjalanan ke Surabaya, karena keesokan sore kami harus kembali ke Jakarta. 3 hari di Jawa Timur dengan beragam cerita suka duka, 3 hari pula kami harus rela tidur dimobil selama perjalanan. Banyak pengalaman yang aku peroleh dari perjalanan ini terutama tentang ego dan sebuah pertemanan. Terima kasih Citra, Mifta, Tika, Yunie, Intan, Mba Siti, Mba Fie, Aryo,Bang Irfan, Irza, Andi, Mas Ali, dan Edun.





Photo by: Andi Oktavianto

Jawa Timur Part 2: Kawah Ijen


 23 Desember 2012
Setelah puas berfoto, kami melanjutkan perjalanan ke Kawah Ijen yang terletak di Kabupaten Banyuwangi-Jawa Timur. Letak Taman Nasional Baluran dan Kawah Ijen memakan waktu kurang lebih 5 jam, kami memilih perjalanan malam karena rencana kami start trekking menuju kawah ijen pun malam dengan harapan kami dapat melihat blue flame di Kawah Ijen. Sekitar pukul 22:30wib kami tiba di Pos Paltuding, pos ini merupakan pintu masuk menuju Gunung Ijen dan tempat kami mengurus perizinan.

24 Desember 2012
Pukul 00:30wib kami memulai pendakian menuju Kawah Ijen, bau belerang terus menerus menemani selama perjalanan. Sering kutemui para penambang yang juga menuju kawah untuk mengambil bongkahan belerang. Ada satu penambang menghampiriku karena saat itu aku trekking seorang diri dan teman-temanku yang lain berada jauh dibelakang. Bapak penambang itu menawarkan belerang yang telah tercetak membentuk kura-kura kepadaku, sambil mengisyaratkan bahwa karyanya harus dihargai. Akupun menerima dan memberinya sedikit uang untuk membeli karyanya itu. Sepanjang perjalanan akupun berbincang dengan Bapak telah 30 tahun bekerja sebagai penambang belerang di Kawah Ijen. Beliau terpaksa meninggalkan istri dan 4 orang anaknya untuk mencari sumber penghasilan yang kubilang sangat menaruhkan nyawa. Hanya 2 minggu sekali beliau pulang untuk sekedar menjenguk keluarganya dirumah. Miris mendengar beliau bercerita tentang kehidupannya selama bekerja sebagai penambang belerang yang sangat jauh dari kata sehat.

Semakin lama, kabut tebal dan bau belerang yang berasal dari bibir kawah pun tercium sangat menyengat. Akupun hampir pasrah jika terjadi apa-apa karena efek bau menyengat dari belerang itu, sangat menyesakkan pernafasan, membuat sakit tenggorokan, dan perih mata. Dan cerobohnya aku, karena selama perjalanan aku tidak membawa air minum hanya ada 1 kaleng susu ditas kecilku. 1 jam trekking dan tiba lebih awal dari teman-temanku, aku dan Bapak penambang menunggu mereka dipunggungan puncak Gunung Ijen. Bapak penambang itu menawarkan kepadaku jasa antar ke bibir kawah untuk melihat blueflame, berpikir tentang keselamatan karena jalur menuju kawah yang sangat berbahaya, akupun menyetujui tawaran beliau. Setengah jam menunggu, akhirnya teman-temanku tiba menyusulku dan Bapak penambang. Kami melanjutkan perjalanan menuruni pinggiran kawah yang memang sangat mendekatkan kami pada bahaya, trek terjal bebatuan dan sebelah kanan jurang kawah yang entah berapa ratus derajat suhunya. Tak ingin kubayangkan jika terpeleset kejurang kawah itu.

Alhamdulillah, kami tepat waktu tiba dibibir kawah dan masih bisa menyaksikan berkobarnya blue flame yang ada dibibir Kawah Ijen. Tak ada 10 menit aku dibibir kawah karena tak tahan dengan panas dan bau menyengat dari belerang itu aku dan beberapa teman pun memutuskan untuk kembali kepunggungan puncak Gunung Ijen. Trek menanjak sangat menguras tenaga, badan terasa lemas karena pasokan oksigen yang buruk tercemar bau belerang. Tak terbayang bagaimana paru-paru yang dimiliki para penambang belerang itu.

 Blue Flame dari Bibir Kawah

Tiba dipunggungan gunung, aku dan beberapa temanku mencari batu besar untuk sekedar berlindung dari dinginnya udara saat itu sambil menunggu beberapa teman kami yang masih berada dibawah. Rasa kantuk tak terhindarkan, akupun memutuskan untuk tidur bersandarkan batu besar dibelakang punggungku. Entah berapa lama aku tertidur, saat terbangun teman-temanku sudah berkumpul semua.

Pagi itu kami menghabiskan waktu di punggungan Gunung Ijen, bercerita, bersenda gurau, dan berfoto. Aku, Tika, dan Mifta memutuskan menyusuri punggungan Gunung Ijen disisi lain, dan subhanallah pemandangan yang disuguhkan disana. Terlihat berdiri tegak Gunung Raung yang dikelilingi kabut tipis. Saat itu, pagi begitu indah.

 Semburat Sunrise dari Punggungan Gunung Ijen

 Berlatarkan Sunrise

 Salam Ilalang dari Gunung Ijen

 Kami di Puncak Gunung Ijen

 Tika, Mifta, Tya Berlatarkan Kawah Ijen

 Aku Berlatarkan Gunung Merapi (kiri) dan Gunung Raung (kanan)

Jawa Timur Part 1: Taman Nasional Baluran


Bulan Desember lalu, aku dan 13 temanku (4 orang dari ilalang) berencana untuk trip ke ujung timur pulau Jawa. 3 destinasi kami pilih; Taman Nasional Baluran, Kawah Ijen, dan Teluk Hijau.

Tanggal 22 Desember 2012
Pukul 12:00wib kereta kami melaju dari Stasiun Pasar Senen menuju Stasiun Surabaya Gubeng. Aku dan 8 teman yang lain berangkat menggunakan kereta Gaya Baru Malam Selatan, sedangkan 3 teman yang lain terpaksa berangkat dari Bandung ke Surabaya karena telah kehabisan tiket kereta dari Jakarta ke Surabaya dan 1 teman kami yang memang berdomisili di Surabaya menunggu disana. Selama diperjalanan kami menghabiskan waktu dengan berbincang dan bersenda gurau.

23 Desember 2012
Pukul 03:00wib kami tiba di Stasiun Surabaya Gubeng, kami telah ditunggu oleh Mba Siti kawan kami yang berdomisili di Surabaya serta Pak Basori supir elf yang kami sewa untuk mengantarkan ketempat-tempat tujuan kami.  Kami bergegas menuju Pabrik Paku yang berada di Surabaya untuk menjemput ketiga teman kami yaitu Bang Irfan, Irza, dan Aryo.

Setelah kami semua berkumpul, kami melanjutkan perjalanan menuju Taman Nasional Baluran. Diselingi mampir di pom bensin untuk bersih-bersih dan shalat subuh. Banyak pemandangan indah tersuguh selama kami diperjalanan menuju Taman Nasinal Baluran seperti disebelah kiri laut, dan sebelah kanan Gunung Argopuro.

Selama 5 jam menempuh perjalanan, akhirnya kami tiba di pintu masuk Kawasan Taman Nasional Baluran, yeay WELCOME TO AFRICA VAN JAVA. Setelah melakukan pendaftaran di Pos Batangan kami masih harus menuju Savana Bekol menggunakan mobil karena akses yang sangat jauh dan sangat memakan waktu. Sangat disayangkan, akses jalan menuju Savana Bekol kurang terawat, banyak jalan berlubang sehingga menghambat laju kendaraan namun rindangnya pepohonan sepanjang jalan membuat udara yang sangat panas tak terasa.

 Welcome to Baluran

Setengah jam perjalanan dari tempat kami mengurus perizinan, akhirnya kami tiba di Savana Bekol. Padang tandus yang sangat luas, disini kami melihat sekumpulan Rusa dan Banteng sedang berkeliaran ditengah savana. Banyak juga kera-kera yang berkeliaran disekitar kami. Selama disana, kami menyewa guide untuk menemani berkeliling, kami diajak menuju pos pemantau Savana Bekol yang biasanya lebih tepat untuk melihat matahari tenggelam. 

 Gunung Baluran dari Pos Pemantau Savana Bekol
 Salam Ilalang dari Taman Nasional Baluran
Atas ki-ka: Intan, Tya, Tika, Mifta, Yunie, Citra, Siti, Andi
Bawah ki-ka: Irza, Ali, Irfan, Aryo, Edun

Kami lanjut berkeliling menuju Pantai Bama, masih dikawasan Taman Nasional Baluran. Tidak menggunakan mobil, tapi kami lebih memilih menyusuri hutan. Selama 1 jam kami trekking tibalah kami di Pantai Bama. Cuaca yang sangat panas, cukup membuatku sakit kepala. Ya bagaimana tidak, kami trekking ditengah hari dan cuaca diujung timur Pulau Jawa yang memang terkenal gersang. 

Bersantai Sejenak ditepi Pantai Bama

 Sisi Lain Pantai Bama

Bersantai sebentar dipinggir kawasan Pantai Bama, kami lanjut menyusuri pinggiran hutan bakau menuju kawasan lain yang masih disekitar Pantai Bama yaitu Sumber Air Manting. Sedikit info, Sumber Air Manting merupakan sumber air tawar yang konon dipercayai dapat membuat awet muda siapapun yang membasuh wajahnya dengan air itu. Namun Aku, Aryo, Irza, dan Mba Fie lebih memilih istirahat di Mushola sekitar Resort Pantai Bama. Menjelang sore kami melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya yaitu Kawah Ijen. Namun sebelumnya kami mengabadikan kebersamaan kami ditengah Padang Savana Kawasan Taman Nasional Baluran.

 Kami ditengah Savana Berlatarkan Gunung Baluran

 Gunung Baluran

Padang Savana Taman Nasional Baluran



Photo by: Andi Oktavianto

Jumat, 08 Februari 2013

Menapaki 2958mdpl Bersama Sahabat Ilalang

Ini merupakan pendakian keduaku bersama keluarga besar Ilalang setelah mengenal mereka sewaktu pendakian ke Semeru September lalu. Kami memilih pendakian ke Gunung Gede Pangrango untuk mengisi weekend di akhir tahun, dan sekaligus Closing Trip Ilalang selama tahun 2012. Ya Gunung Gede Pangrango, mungkin nama gunung ini tidak asing bagi para penikmat alam. Dua gunung yang berdiri berdampingan ini terletak di tiga kabupaten di Jawa Barat yaitu Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Sangat strategis memang untuk menuju Gunung Gede Pangrango bagi kami yang sebagian besar tinggal di Jabodetabek. Ada tiga jalur untuk mencapai puncak dari kedua gunung tersebut yaitu jalur Cibodas, jalur Gunung Putri, dan Jalur Selabintana. Jalur yang banyak dilalui para pendaki biasanya melalui Cibodas, namun ada sedikit kendala bagi kami karena bulan Desember  lalu, Gunung Pangrango dan jalur Cibodas ditutup untuk pendakian karena sedang recovery dan renovasi jalur. Beberapa dari kami yang ingin ke Gunung Pangrango pun harus menunda keinginannya dan kami harus melalui jalur Gunung Putri untuk sampai ke Puncak Gunung Gede.

Kurang lebih 32 orang dari keluarga besar ladang ilalang mengikuti Closing Trip ke Gunung Gede ini, dan 14 orang diantaranya merupakan keluarga baru Ilalang. Welcome to Ladang Ilalang Guys!

 ***

Jumat, 28 Desember 2012
Sesuai rencana, kami berangkat hari Jumat malam karena sebagian besar dari kami harus meyelesaikan tugasnya dikantor masing-masing. Aku dan ketiga temanku (Sulis, Tika, dan Adzri) yang kebetulan kami satu kantor, serta delapan teman kami dari divisi berbeda dan dua temanku dari kota lain (Adrian dan Syamarah) ikut dalam trip ini sepakat untuk meeting point di kantor kami di Bogor. Sedangkan Ilalang-Ilalang yang lain mengadakan meeting point di Terminal Kampung Rambutan pukul 20:00wib. Aku ditugaskan untuk membeli kebutuhan kelompok selama pendakian maka sore hari aku, Sulis, dan Tika memutuskan untuk belanja logistik di salah satu swalayan di Bogor. Selesai belanja yang dibutuhkan, kami kembali ke kantor karena teman-teman kami yang lain telah menunggu.

Jam 20:00wib kami berangkat menuju Pasar Cipanas, titik pertemuan dengan Ilalang Jakarta. Jam dimana seharusnya Ilalang Jakarta sudah berangkat menuju Pasar Cipanas, tapi ternyata mereka harus menunggu beberapa kawan yang belum datang karena terjebak macet Ibukota. Kami Ilalang Bogor harus berhenti di Ciawi dan berganti angkot menuju Pasar Cipanas, agak susah mencari angkot carteran sampai Pasar Cipanas dan agak lama menunggu akhirnya kami mendapatkan dua angkot yang mau kami carter. Tak banyak yang ku tau kondisi selama perjalanan, karena ku manfaatkan waktuku untuk tidur.

Pukul 23:00wib kami Ilalang Bogor tiba di depan Istana Cipanas, kondisi saat itu turun hujan. Segera kami cari tempat berlindung sambil menunggu Ilalang Jakarta yang ternyata baru saja berangkat dari Terminal Kampung Rambutan. Akhirnya, kami menemukan Alfam*rt di depan Pasar Cipanas, beberapa dari kami berbelanja melengkapi kebutuhan logistiknya. Dua jam menunggu sambil klesotan didepan Alfam*rt dengan posisi kami yang berserakan, Ilalang Jakarta tak kunjung datang. Aku pribadi memutuskan untuk tidur sambil menunggu mereka datang. Pulas tertidur akupun terbangun karena ulah jahil Bang Ilham yang menarik kakiku.

 ***

Sabtu, 29 Desember 2012
Ya pukul 01:30wib ternyata mereka baru saja tiba dan bergabung bersama Ilalang Bogor. Prediksi waktu yang melesat jauh dari yang sudah direncanakan. Dan kami pun lagi-lagi harus menunggu karena beberapa dari mereka sedang berbelanja kebutuhan logistik dan mengisi perut yang lapar.

Pukul 02:30wib perjalanan kami lanjutkan dengan mencarter  empat angkot menuju basecamp Gunung Putri. Jalur menuju Gunung Putri didominasi tanjakan dan belokan, angkot yang aku tumpangi menghalangi hambatan. Setiap menghadapi tanjakan, aku dan teman-teman yang menumpangi angkot  itu terpaksa turun agar angkot bisa melalui tanjakan dengan mudah. Ya kami anggap ini sebuah pemanasan sebelum menghadapi jalur putri yang sebenarnya. Karena banyak menghadapi hambatan, kami tiba paling terakhir. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Basecamp Putri untuk melakukan registrasi ulang, kami singgah disalah satu warung untuk sekedar menghangatkan perut dengan teh manis, kopi, ataupun mengisi perut dengan mie rebus. Sadar akan kondisiku yang tidak fit, aku memaksakan untuk makan sekedar mie goreng dan teh manis diselingi canda tawa dari kawan-kawanku. Namun perut tak bersahabat, makanan yang baru ku makan tak bisa diterima dan harus segera dikeluarkan. Bergegas aku ke kamar mandi diantar salah satu temanku. Kondisiku semakin lemas, namun aku memutuskan tetap melanjutkan perjalanan.

04:00wib perjalanan menuju Surya Kencana tempat kami berencana mendirikan tenda dimulai dengan doa agar kami semua selalu dalam lindungan Allah SWT. Belum sampai di basecamp putri untuk registrasi ulang, kami sudah dihadapkan dengan tanjakan yang menurutku lumayan menguras tenaga. Kurang lebih setengah jam berjalan, kami tiba di basecamp putri untuk melakukan registrasi ulang. Ada peraturan mengharuskan bagi para pendaki untuk wajib mengenakan sepatu selama pendakian. Memang terlalu banyak aturan yang diterapkan disini, tapi semua itu semata-mata demi keselamatan para pendaki juga.
Selesai melakukan registrasi, kami pun melanjutkan perjalanan. Awal pendakian kami berjalan rapi dan beriringan namun 15 menit berjalan, barisan mulai berantakan. Ada yang tetap lanjut, ada yang berhenti sejenak sekadar menarik nafas, dan ada yang memutuskan untuk duduk sebentar. Tak berapa lama berjalan, adzan subuh pun berseru. Beberapa dari kami memutuskan untuk shalat dibawah rimbunnya pohon jalur putri.

Kebetulan aku dan lima kawan yang lain berada dibarisan depan, namun kami pun terpencar menjadi dua kelompok. Mifta, Kamal, dan Depoy berjalan jauh didepan aku, Bang Oki, dan Bang Hendrik. Selama perjalanan aku dikawal dua abang-abang Ilalang ini, tak banyak yang dibicarakan selama trekking karena sepertinya kami pun agak kerepotan mengatur nafas mengingat jalur putri yang jarang “bonus”. Beberapa kali aku minta beristirahat karena tubuh sudah sangat letih menghadapi jalur seperti itu disaat tubuhku pun dalam keadaan tidak sehat. Disaat istirahat, kami memutuskan untuk tidur karena rasa kantuk yang tak tertahankan.

Setelah cukup beristirahat, kami melanjutkan perjalanan yang masih memakan waktu cukup lama. Melihat Azry tak jauh dibelakang kami, Bang Oki dan Bang Hendrik memutuskan untuk jalan lebih dulu dan “menyerahkan” aku ke Azry. Sudah empat jam menapaki jalur putri, namun Surya Kencana belum juga terlihat didepan mata. Azry menghentikan langkahnya untuk beristirahat dan sejenak melelapkan diri ke alam mimpi, akupun begitu. Setelah kupikir cukup untuk beristirahat, aku melanjutkan kembali langkah menuju Surya Kencana, namun saat itu Azry masih beristirahat dan menyuruhku untuk jalan lebih dulu.  Satu jam sudah aku berjalan sendiri, hanya sesekali berpapasan dengan para pendaki yang baru turun dari Surya Kencana. Seperti hal yang biasa, kami saling tegur sapa memberi semangat satu sama lain. Oiya, akupun bertemu beberapa penjual kopi dan nasi uduk disana. Tak usah takut kelaparan jika ke Gunung Gede Pangrango, karena kalian akan sangat mudah menemukan para penjual kopi dan nasi uduk, harga yang ditawarkan pun terjangkau antara Rp. 5000,- sampai Rp. 10.000,-

Trek putri cukup mempermainkan mentalku, berkali-kali tubuhku minta diistirahatkan. Namun otak menolak  karena akupun ingin cepat sampai di Surya Kencana, yang aku pikir semakin cepat sampai semakin cepat juga aku dapat mengistirahatkan tubuhku. Kurang lebih enam setengah jam perjalananku, akhirnya aku menemukan ladang edelweiss yang sangat sangat luas. Iya, itu Surya Kencana. Tak pernah sebelumnya aku melihat ladang edelweiss seluas itu, Subhanallah sangat indah.

 Alun-alun Surya Kencana

 
 Yang Abadi di Surya Kencana

Aku pun menghampiri beberapa kawanku yang sudah tiba disana terlebih dahulu, ambil posisi untuk segera merebahkan diri diatas matras. Berbincang, bercanda tawa sejenak melepas lelah kami lakukan sambil menunggu kawan-kawan lain yang berada jauh dibelakang. Satu persatu kawan kami tiba, membiarkan mereka melepas lelahnya terlebih dulu lalu kami melanjutkan perjalanan menuju alun-alun barat Surya Kencana untuk mendirikan tenda. Kami sepakat untuk mendirikan tenda di bawah rimbunnya pepohonan dekat jalur menuju puncak, karena cuaca saat itu agak kurang bersahabat. Hujan, kabut, dan angin sering turun menyapa kami.

Selagi beberapa kawan mendirikan tenda, aku pergi menuju Surya Kencana untuk membersihkan diri di sungai yang mengalir di sepanjang alun-alun, air yang mengalir sangat jernih dan segar mampu menyegarkan kembali tubuh yang telah letih selama berjalan. Cukup lama bermain air, aku bergegas kembali ketempat kawan-kawanku mendirikan tenda. Tujuh tenda telah berdiri kokoh dibawah rimbunnya pepohonan,

 Tenda Kami Yang Telah Berdiri Kokoh
 
Karena tenda telah berdiri, segera kami memutuskan untuk memasak karena sadar cacing diperut kami sudah teriak kelaparan. Saat itu hanya ada lima wanita dari Ladang Ilalang, Aku, Mifta, Sulis, Tika, dan Dara si Bungsu Ilalang. Kami berlima membantu para pria yang sudah lebih terbiasa memasak digunung. Cukup lama, akhirnya makanan yang kami masak siap untuk disantap bersama.

 Suasana Saat Memasak

 Menu Makanan Kami

Sore hingga menjelang malam itu kami habiskan waktu bercengkrama, bersenda gurau, apapun kami perbincangkan. Namun cuaca yang kurang bersahabat memaksa aku untuk bergegas memasuki tenda dan beristirahat.

 ***

30 Desember 2012
Pukul 03:00wib Azry membangunkan seluruh penghuni tenda, mengingatkan karena kami harus bergegas untuk summit. Beberapa dari kami sudah bangun dan memasak air untuk membuat kopi ataupun teh manis. Kami semua berkumpul, bersiap untuk melihat sang fajar dari ketinggian, doa pun mengiringi pendakian kami. Aku dan Bang Ilham curi start dan berjalan lebih awal dibanding kawan-kawan yang lain, sepanjang perjalanan menuju puncak didominasi trek tangga berbatu serta kanan kiri pohon cantigi. Banyak yang kami perbincangkan, namun aku tak banyak memberi jawaban karena harus kerepotan mengatur nafas. Kurang lebih 40 menit berjalan akhirnya kami sampai di ketinggian 2958 mdpl, puncak Gunung Gede. Alhamdulillah, seketika aku ucapkan saat itu. Aku mampu menyelesaikan puncak keduaku setelah Gunung Lawu bulan Oktober lalu.

Selang beberapa menit kawan-kawan Ilalang yang lain pun tiba dipuncak, senyum hingga tawa menghiasi wajah mereka. Hari itu kami sangat bahagia, walaupun cuaca pagi itu tak cukup bersahabat, angin serta kabut masih menghiasi pemandangan disekeliling. 

 Kebahagian Kami di Puncak Gunung Gede

 Srikandi Ilalang: Mifta, Sulis, Dara, Aku, Tika

 Indahnya Kebersamaan

 Aku Berlatarkan Kota Bogor

 Gunung Pangrango Yang Terhalang Kabut

Perbukitan Indah disekeliling Gunung Gede Pangrango

Cukup lama kami berada diatas, menunggu sesekali awan terhapus dari pandangan mata sehingga kami bisa melihat pemandangan Kota Bogor dan sekitarnya. Ya, tak rugi memang sekian lama menunggu karena kami disuguhkan pemandangan yang sangat indah walaupun hanya sekejap dan awan kembali menutupinya lagi. Tapi kami sangat menikmati saat bersama dengan Sahabat Ilalang, canda dan tawa selalu menghiasi Closing Trip 2012 ini.


Terima kasih sahabat :)