Percaya ga, ini
postingan pertama gue di blog setelah 2 tahun punya blog hahaha. Ga tau kenapa,
gue semangat banget ngetik cerita yang gue alami beberapa minggu lalu. Beribu Cerita Indah di 3265 mdpl.
Awal Kisah...
Jauh hari bahkan
bulan gue punya rencana ke Merbabu di hari spesial gue, minta anter sama teman
di kota lain. Tapi pikiran berubah, gue tiba-tiba males buat ngetrip di bulan
Januari karena cuaca sering turun hujan (emang musimnya kali), rencana Merbabu
gue cancel. Memasuki bulan Januari, tiba-tiba lagi gue berubah pikiran ingin
menggunung (labil ye!), akhirnya gue kepikiran satu gunung yang ga terlalu
berat treknya, Papandayan! Gue mikir siapa yang bisa nganter gue kesana ya,
akhirnya gue tau jawabannya yaitu Ilham Sutiawan! Oke, langsung gue PM via bbm
yang isinya: “Bang, mau ga nganterin gue ke Papandayan? Tapi tanggal 18 Januari
ini.” Tanpa pikir panjang kayanya, Bang Ilham pun langsung menyetujui
permintaan gue (hahahahaha RACUN).
Ribut-ribut di
group wasap Ilalang, ternyata Aryo dan teman SMAnya mau ke Merbabu Januari ini.
Baca kata-kata “Merbabu” bikin gue galau lagi, akhirnya gue PM Aryo via wasap.
Tanya-tanya soal kapan berangkat ke Merbabu, ternyata Aryo belum dapat
kepastian dari temannya. Akhirnya muncullah ide gue buat ngajak dia dan
temannya ke Lawu, lagi lagi racun. Dan lagi-lagi bertambah korban racun gue,
karena Aryo dan temennya setuju dengan ajakan gue. Gue kasih kabar ke Bang
Ilham kalau rencana Papandayan berbelok arah ke Lawu, ternyata dia setuju aja.
Nah gue lupa ni, apa yang bikin Mifta ikut ke Lawu. Tapi gue senang banget, duo
kwek-kwek kepunyaan gue (Bang Ilham dan Mifta) mau nemenin gue ke Lawu, thank’s
wek (peyuuuk). Ternyata, kami ga berangkat berlima, karena teman Bang Ilham
(Christine) mau ikut gabung. Jadi total yang ikut enam orang. Asiiiiikk, tambah rame, tambah seru pastinya.
Setelah mereka
menyetujui ajakan gue, akhirnya gue bertanggung jawab untuk nyari tiket kereta
api menuju Solo Jebres. Hari itu juga gue telpon PT. KAI menanyakan
ketersediaan tiket kereta ekonomi ke Solo Jebres untuk tanggal 18 Januari,
berharap kereta api pemberangkatan malam masih tersedia supaya ga mengganggu
kerjaan (ga bolos maksudnya), tapi apa daya kereta ekonomi hanya tersedia untuk
kereta Brantas yang keberangkatannya sore hari. Minta persetujuan teman-teman
lain tentang jadwal kereta yang agak mengganggu jam kerja ini, tapi ternyata
mereka setuju. Malamnya, gue langsung bergegas ke Indom*rt buat reservasi tiket
kereta api untuk 5 orang. Kok 5 orang? Bukannya yang ikut 6 orang? Oiyaaaaa!
Ternyata 1 tiket kereta untuk Chris lupa gue pesan, dan gue baru sadar setelah
sampai rumah dan gue harus balik lagi ke Indom*rt beli tiket yang kelupaan itu
(maap ya Chris hahaha).
Banyak yang tau gue
mau ke Lawu, banyak yang tanya juga ke gue “Kenapa Lawu lagi kan udah pernah
kesana?” Karena memang bulan oktober 2012 gue baru abis dari sana. Hmmm,
jawabannya simple, karena di Lawu itu puncak pertama dan gue menemukan
“sesuatu” disana yang gue sendiri ga bisa jelasin. Sudahlah.
Satu minggu sebelum perjalanan dimulai, banyak hal yang harus kami terima dengan lapang dada bahwa kenyataan Lawu ditutup dalam batas waktu yang tidak ditentukan karena faktor cuaca yang sangat tidak bersahabat. Plan B dan C pun kami siapkan, mulai dari City Explore, dan Merapi. Tapi tetap, tujuan utama kami yaitu Lawu. Berhari-hari menunggu kabar tentang status pendakian di Lawu, akhirnya kami mendapatkan pencerahan. Status Gunung Lawu dibuka untuk pendakian, tapi kami harus waspada karena badai masih melanda.
***
18 Januari 2013
Happy birthday to
me! Ya hari ini bertepatan sama ulang tahun gue yang ke-23 tahun. Dan hari ini
juga gue, Mifta, Chris, Ilham, Aryo, dan Arie berangkat ke Lawu. Pagi-pagi
harus repot nyari info sana-sini tentang keberangkatan Commuterline yang
terganggu, kebetulan diantara kami harus naik Commuterline menuju Stasiun Pasar
Senen. Selain itu dihebohkan berita kalau Kereta Brantas cuma berhenti di
Stasiun Jatinegara, karena Stasiun Pasar Senen kebanjiran. Ya maklum ada berita
kaya gitu, karena ini HARI KEDUA JAKARTA DILANDA BANJIR BESAR. Tapi kami tetap
memilih kalau meeting point di Stasiun Pasar Senen, jadwal keberangkatan kereta
jam 16:13wib (paham lah ya, itu juga kalau ga telat) dan salahnya gue ga nyebutin
ke mereka jam berapa harus kumpul. Ini entah gue yang kecepatan atau emang
mereka yang lama. Sebagai rumah terjauh dari Stasiun Pasar Senen, gue malah
dateng duluan. Hampir satu jam nunggu mereka, luntang lantung, celingak
celinguk teu puguh lagu di depan Alf*mart awalnya, sampai pindah ke depan
Dunk*n Donuts.
Setelah hampir
berakar gara-gara kelamaan duduk nungguin mereka, akhirnya pasukan Bekasi (Bang
Ilham, Chris, dan Aryo) datang juga. Mifta mana Mifta? Ya seperti biasa, di
telpon dia bilang “bentar lagi sampai” tapi udah lama nunggu ga datang-datang
juga orangnya. Terusnya ya, ada cowo setelan pendaki berdiri dekat gue, Bang
Ilham, dan Chris. Udah feeling kalau itu si Arie temannya Aryo, tapi berhubung
Aryo lagi ke ATM (kalau ga salah) jadi dia ga berani mendekat ataupun nanya ke
kami bertiga. Yasudahlah ya gue pikir “biarin aja ga gabung, nungguin Aryo dulu
kali ya”. Lumayan lama nunggu, akhirnya si Kopong satu ini datang diantar sama
Bapaknya (anak manja). Kelamaan nunggu dan ribut-ribut kelaparan, gue
memutuskan makan, Bang Ilham ternyata mau ikut. Oke, kami pilih nasi padang
dekat stasiun dengan lauk ayam bakar dan teman-temannya. Makan berdua itu
merogoh kocek Rp. 31.000,-. Dan sampai sekarang Bang ilham belum bayar nasi
padang sama gue! *ditagih* hahahahaha becanda. Masa gue yang disuruh bayar nasi
padangnya! Parah emang dia ckckckck. Selesai makan dan bayar, balik lagi
kerombongan. Dan bener aja cowok setelan pendaki itu temennya Aryo (hahaha coba
lo negor dari awal ngeliat pasti lo ada temen ngobrol rie). Jam menunjukkan
pukul 15:50wib, kami memutuskan masuk ke Peron Stasiun. Kereta Brantas ada di
Peron 3 jalur 3, leye-leye sambil nunggu kereta yang lumayan lama telatnya
dimanfaatkan untuk berfoto ria.
Stasiun Pasar Senen Peron 3, Jalur 3
Dan bener aja
kereta yang ditunggu baru datang jam 16:35wib. Masuk ke kereta, cari tempat
duduk, ngobrol sebentar, diem lagi, dan mati gaya! Karena samping gue itu Chris
dan Mifta yang memilih untuk tidur. Belum ada sejam kereta melaju, mereka udah
mau merem. Celingak celinguk nyari orang yang melek, Aryo juga merem dan
tinggal Bang Ilham yang masih melek. Ngobrol sebentar sama dia, ga lama Aryo
bangun ngajak Bang Ilham ngerokok. Dan gue main nyeletuk aja “mau kemana? Ikut
dong” akhirnya gue memilih ikut mereka yang gue sendiri ga tau mereka mau
ngerokok dimana. Ternyata mereka ngerokok didekat sambungan gerbong, ga berani
ikut mereka duduk dekat pintu dan memilih untuk berdiri karena sejujurnya gue
belum pernah sama sekali ngerasain duduk dekat sambungan gerbong kereta. Sampai
ditanya sama Aryo “Kenapa lo diri aja? Sinilah duduk” gue cuma geleng kepala
dan bilang “takut yo”. Sepertinya Bang Ilham dan Aryo agak heran dengan jawaban
gue, sambil ngetawain akhirnya mereka meyakinkan gue kalau duduk disambungan
gerbong itu aman. Awalnya gue memilih duduk dekat pintu yang menghubungkan satu
gerbong ke gerbong lainnya. Sampai akhirnya gue tertarik duduk ditangga dekat
pintu keluar kereta. Aryo bilang, “kalau duduk disitu lo bisa tiba-tiba puitis
dan bisa bikin puisi berbait-bait” (hahahaha lebay ye). Tak dapat dipungkiri
dan memang benar, asik banget duduk disitu. Lo bisa memandang keluar hamparan
sawah yang indah, langit sore yang berwarna orange, sendu, teduh, dengan
berjuta imajinasi diotak lo (hadeh kenapa jadi puitis kesini). Asik bengong,
dicletukin “hahaha bengong! Udah dapet berapa bait puisi lo?” (hahahaha sial ke
gep lagi bengong).
Lumayan agak lama bertiga disitu, Mifta dateng ikutan
nimbrung. Ngobrol ngalor ngidul berempat, dari cerita kocak sampai horor
diceritain. Dan lo harus berhenti ngomong kalau kereta ngelewatin jembatan,
karena disitu suara gesekan roda kereta dan bantalan rel jadi makin kencang
yang secara otomatis suara ocehan lo ga akan terdengar. Hampir tiga jam
ngrobol, akhirnya kami beranjak dari tempat favorit itu. Yaiyalah karena kami
udah sampai Cirebon, seperti biasa kalau di Stasiun Cirebon itu kereta berhenti
agak lama jadi kami bisa turun ke Stasiun untuk membeli makanan yaitu nasi
rames dengan berbagai lauk pauknya. Kami berenam memutuskan untuk turun dan beli
makan, karena jam makan malam udah kelewat dan pasti kami kelaparan. Beli
makanan dengan berbagai macam lauknya, kami kembali lagi ke kursi (beneran)
tiba-tiba ada orang baru yang gantiin tempat duduk Bapak didepan kami.
Nanya-nanya ke Chris “itu siapa?” eh Chris juga cuma geleng. Akhirnya gue
bilang gini ke orang itu “mas kita kan berenam, nanti tukeran tempat duduk ya.
Biar gue sama temen-temen duduknya gabung.” Dia nyengir dan ngangguk. Dalam
hati gue ngomong “baguuusss!”. Setelah cukup lama ikutan nimbrung ngobrol sana
sini ternyata orang itu somplak juga. Yang paling akrab dia ngobrol sama Bang
Ilham, persis kaya adik kakak ketemu gede. Diajak kesambungan gerbong sama Bang
Ilham dan Aryo, sedangkan gue, Chris, dan Mifta memutuskan untuk tidur.
Lagi asik tidur,
seperti biasa ulah isengnya Bang Ilham muncul. Datang-datang ke bangku, dia
bangunin kami yang sedang tidur, ngajak ngobrol, ngeramein, abis itu dia
tinggal pergi lagi sama orang yang belum gue tau namanya itu. Setelah mereka
pergi, kami memutuskan untuk tidur lagi. Lagi enak tidur, pengacau dateng lagi
dengan ulahnya yang sama. Kali ini lebih rusuh, karena si Aulia (nama orang
yang tadinya gue ga tau dan gue pikir “ini cowo kenapa namanya Aulia hahahaha”)
dia mau ikut kami ke Lawu, karena diracunin Bang Ilham. Kami shock juga
dengarnya, dia yang bermodalkan sepatu kets, celana jeans, sweater, dan daypack
ala anak SMA itu mau ikut ke Lawu hahahaha. Kami sih ga masalah, toh kalau ikut
dia bisa pake sendal Aryo atau Chris, dan juga bisa bawain tasnya Chris
mhihihi. Kalau soal ga bawa Sleeping Bag, dia bisa tidur pake trashbag supaya
ga dingin (hahaha macam sampah aja). Ya semangat ikut ngomporin, dia makin
galau. Udah cape ngoceh-ngoceh akhirnya dengan penuh syukur gue bisa tidur
pulas tanpa gangguan. Karena si pengganggu ikut tidur pulas.
***
19 Januari 2013
Jam ditangan
menunjukkan pukul 03:00wib, itu tandanya sebentar lagi kami sampai di Stasiun
Solo Jebres, kalau menurut jadwal kami tiba Solo jam 03:32wib tapi berhubung
kemarin kereta telat jadi kemungkinan sampai jam 04:00wib. Semua beres-beres,
turunin carrier dari bagasi (halah) dan tetap ya kami masih ngeracunin Aul
supaya ikut ke Lawu, tapi ternyata pikirannya berbelok. Dia cancel, karena
kepikiran dua adiknya yang harus dia jemput di Solo dan tentunya perlengkapan
dia yang minim banget buat pendakian. Udah bilang ga ikut tetap ada pertanyaan
“yakin ni ga mau ikut kita ke Lawu?”. Ga jadi ikut ke Lawu, Aul kami manfaatkan
untuk jadi fotografer kami di Stasiun Solo Jebres (tetap ya narsis).
Stasiun Solo Jebres
Berhubung sampai
Solo Jebres pas adzan subuh, kami memutuskan untuk bersih-bersih dan shalat
subuh di stasiun. Jam 05:30wib beranjak dari stasiun, kami lanjut cari mobil
bis ke Terminal Palur. Dan Aul masih setia nunggu kami disebrang jalan sampai
kami dapat kendaraan yang dicari. 5 menit nunggu, tiba-tiba ada beberapa orang
setelan pendaki juga menghampiri rombongan kami untuk menawarkan carter mobil
bareng sampai basecamp cemoro sewu, ngobrol sebentar, harga oke, dan yang lain
setuju akhirnya kami bareng rombongan sekitar 20 orang mahasiswa IISIP Jakarta
yang rata-rata orang Depok, Jakarta dan sekitarnya (elaaah, udah main jauh-jauh
ketemunya orang-orang Depok/Jakarta lagi).
Perjalanan dari Stasiun Solo Jebres
harus berhenti di Pasar Tawangmangu karena beberapa dari kami harus melengkapi
logistik dan kebetulan gue belum belanja untuk keperluan tim, yang lebih
parahnya gue sama Mifta ga bawa raincoat karena rencana kami berdua mau beli
raincoat plastik made in indom*rt. Tapi nyatanya, sepanjang jalan
Solo-Tawangmangu kami ga nemuin Alfam*rt atau Indom*rt yang buka. Sebenernya
Mifta sih bawa tapi raincoat bekas dia ke Sawarna, tetap aja judulnya bawa. Gue
kelimpungan kalau sampai ga nemuin raincoat, ditemenin Bang Ilham dan Aryo
akhirnya kami keliling pasar yang kalau menurut gue sih lebih mirip sama
toko-toko sembako dekat rumah gue. Nemu satu toko yang jual sembako + raincoat,
logistik beres, raincoat beres, satu lagi masalah karena kami ga nemuin toko
yang jual gas. Ada sih yang jual, tapi jualnya gas 3 kg! Kebayang dong kalau
kami bawa gas 3 kg ke atas pppfffttt. Keliling pasar lagi, akhirnya menurut
info penjual dipasar itu ada 1 toko yang jual gas kalengan dan bener aja kami
menemukannya. Tapiiii, mereka cuma punya stok 1 kaleng. Oke baiklah, kami beli
karena kami sangat membutuhkan gas itu.
Belanja selesai,
perjalanan dilanjutkan ke basecamp sewu. Alhamdulillah selama perjalanan ga ada
hambatan, berbeda sama angkot carteran rombongan sebelah yang ga kuat nanjak
dan isi penumpang harus turun semua (jadi inget pas ke gede lewat putri) dan
beberapa penumpang harus ikut elf yang kami tumpangi. Beberapa menit nunggu
angkot rombongan sebelah sampai, perjalanan dilanjut lagi. Jam 07:30
alhamdulillah kami sampai dibasecamp cemoro sewu.
Turunin carrier,
kami bergegas cari sarapan. Dan gue ajak mereka makan diwarung tempat gue
pernah makan disana setelah turun dari Lawu beberapa waktu lalu. Ibu penjualnya
ramah dan baik banget, disana gue pesen makan nasi goreng dan teh manis panas.
Teman-teman yang lain pesan nasi soto, dan sate kelinci. Makan selesai, packing
ulang selesai, foto-foto (tetap narsis) selesai, bayar makan selesai, kami
pamit sama Ibu penjualnya minta doa supaya perjalanan kami lancar.
Foto Bareng Ibu Penjual Yang Baik Hati
Jam 09:30 beranjak
ke basecamp sewu untuk pendaftaran, tiket masuk gunung lawu Rp. 9000,-
perorang. Registrasi selesai, foto-foto tetap hahaha banci foto semua! Oiyaaa,
ada kejadian lucu. Pas mau registrasi, gue sengaja minta didampingi Bang Ilham.
Dan Bang Ilham dengan pedenya jalan kearah bangunan yang bisa dibilang itu
basecamp, gue pikir mau ngapain ternyata dia mau registrasi dan dia dikasih tau
sama pendaki lain kalau registrasi langsung di pos (hahahahaha, padahal gue tau
kalau registrasi emang langsung ke pos! Maap ya Bang Ilham).
Pintu Masuk Gunung Lawu via Cemoro Sewu
09:40wib perjalanan
dimulai, seperti biasa diawal trekking gue mengalami kejenuhan, bete, kesel dan
kawan-kawannya. Kalau kata pendaki sejati (Ilham Sutiawan) “Adaptasi Ty, 10
menit pertama”. Dan seperti biasa juga, awal trekking pasti barengan 1
rombongan tapi kesananya mulai misah hahaha. Sampai pos bayangan pertama nafas
sama kaki mulai bisa kompromi. Dan tekad gue juga ga mau banyak istirahat
karena harus adaptasi ulang dan menurut gue
itu sangat menyiksa. Di pos 1
yang ternyata itu pos bayangan pertama (hahaha ketipu) Mifta memutuskan buat istirahat,
Bang Ilham nyuruh gue dan Arie buat terus lanjut jalan pelan-pelan, diposisi
paling belakang ada Aryo dan Chris. Sampai pos 1 gue masih barengan sama Bang
Ilham, Mifta, dan Arie. Selama trekking gue dipasangin sama Arie, kebetulan
pendakian kali ini ada 3 orang cowok dan 3 cewek. Jadi satu cewek dijaga sama
satu cowok. Gue dan Arie memutuskan jalan duluan pelan-pelan (katanya), sampai
pos 2 Bang Ilham sama Mifta udah ga keliatan dibelakang kami. Setelah trek yang
ada batu gede-gede lumayan panjang, gue dan Arie memutuskan istirahat sekalian
nunggu rombongan dibelakang, dan kebetulan jam ditangan menunjukkan pukul
12:00wib (tengah hari bolong ada di gunung ckckck). Tengah hari kelaperan, buka
tas cuma nemu Kripik Singkong. Yaudah yang ada aja dimakan, yang penting perut
kerasa diisi. Setengah jam istirahat dan rombongan belakang tak kunjung tiba,
kami memutuskan untuk lanjut jalan. Dari bukit yang berbeda, gue ngeliat Bang
Ilham dan Mifta istirahat ditempat gue dan Arie tadi istirahat.
Perjalanan
tetap gue lanjutkan, sampai akhirnya ketemu pos 3 dan jam udah menunjukkan
pukul 13:00wib. Di pos 3 cuaca mulai kacau, kabut, angin kencang, gerimis. Kami
memilih untuk nunggu Bang Ilham dan Mifta datang sambil makanin biskuit yang
asli ga bohong disitu gue laper kebangetan. Setengah jam mereka ga
datang-datang, mau ngajakin Arie buat lanjut jalan tapi percuma kalau gue dan
Arie sampai duluan diatas, kondisi ga memungkinkan karena diatas badai
sedangkan tenda ada di Bang Ilham dan Aryo. Setengah jam lebih menunggu
akhirnya Bang Ilham dan Mifta datang, mereka juga kelaparan. Kami cepat-cepat
bongkar nesting, kompor dan logistik (saat itu mie instan) untuk dimasak sambil
tunggu Aryo dan Chris yang entah ada dimana. Ini merupakan pendakian Chris yang
pertama, kepikiran juga karena trek yang lumayan sulit ditambah cuaca yang ga
bersahabat udah gitu beban dan besar carrier yang mereka bawa ga jauh beda sama
kulkas. Udah 2 jam di pos 3, mie matang, kopi ada, Aryo dan Chris pun akhirnya
datang (gue rasa jalannya mendadak ngebut nyium bau mie goreng hahahaha).
Istirahat, makan, ngopi, ngerokok (yang cowok), packing ulang, dan jam 15:30
kami lanjutin perjalanan.
Pos 3
Belum ada 5 menit
jalan, kami diguyur hujan. Kami berenam sepakat pakai raincoat tanpa disuruh.
Cuaca makin tak bersahabat, angin semakin tak terkontrol ditambah hujan yang
cukup deras sempet bikin ciut mental gue. Pertautan hati, antara merasa
bersalah karena bawa ke 5 temen gue ke Lawu dengan kondisi cuaca yang kacau dan
ngajak mereka turun lagi ke pos 3 untuk camp disitu atau tetap bawa mereka ke
Mbok Yem. Ga sadar keluar air mata, ngerasa sedih banget udah nyusahin banyak
orang. Tapi mereka juga yang menguatkan gue, dengan semangat mereka untuk cepat
sampai di Warung Mbok Yem , gue pun jadi semangat buat ngelanjutin perjalanan.
Bukan perjalanan yang mudah dari pos 3 ke pos 4, karena kami harus menghadapi
jalur tangga berbatu yang lumayan bikin lutut gemetar dan belum lagi kondisi
cuaca dengan angin yang berputar, hujan, serta kabut. Menuju pos 5, gue sempat lupa jalan karena
ada beberapa jalan bercabang disitu. Karena saat Lawu pertama kali pun gue dan
rombongan sempat salah jalan. Tapi beruntung gue berhasil mengingat jalan yang
benar.
17:45wib di pos 5,
kami dihadapkan masalah baru. Karena jalur yang akan kami lewati merupakan
jalur tanpa penghalang kecuali beberapa pohon cantigi kecil dan jarang
disebelah kirinya, sedangkan sebelah kanan jurang. Angin dan kabutpun tak
bersahabat, bahaya didepan mata. Salah langkah dan perhitungan tubuh bisa
terhempas angin ke jurang. Kami memutuskan untuk berhenti sejenak, berdoa kalau
saja angin dan kabut dapat bersahabat. Disitu kami bertemu dengan rombongan
pendaki lain dari Kebumen yang lebih dahulu berhenti menunggu redanya angin,
jumlahnya ya sekitar 10-15 orang. Kami berenam memutuskan lanjut, karena
sepengetahuan gue setelah trek badai itu ada tebing yang lumayan tinggi, yang
pasti hembusan angin ga begitu kencang karena terhalang tebing selain itu
karena kondisi cuaca yang mulai gelap. Posisi diatur; gue dan Bang Ilham, Mifta
dan Arie, Aryo dan Chris. Kami harus
jalan sambil saling pegangan tangan yang kuat supaya ga ketiup angin.
Entah mental, tekat, atau nekat ya yang bikin kami terus lanjut menghadang
badai.
Badai reda karena
posisi kami terhalang tebing, sampai di Sendang Drajat sudah ada beberapa tenda
yang berdiri disitu. Tapi kami tetap lanjut karena target utama Warung Mbok
Yem, trek landai menuju warung Mbok Yem. Gue dihadapkan pada 1 kenyataan, bahwa
dalam 2 rombongan yang tau jalur ke Mbok Yem via cemoro sewu itu gue, dan gue
lupa jalannya! (cetaaarrrr!!!) Ditanya terus sama Bang Ilham “jalannya kemana
Ty? Lo inget ga?” dan saat itu gue ga berani jawab kalau gue lupa jalan.
Kondisi udah gelap, dan ternyata paling belakang Aryo drop, Bang Ilham
memutuskan pindah kebelakang. Didepan gue harus jalan sendiri cari jalan,
sempat kesal kenapa ga ada yang mau nemenin gue nyari jalan! Sampai akhirnya
gue minta temenin Arie dan Mifta didepan. Udah kebayang diotak gue arah jalan
ke Warung Mbok Yem, perjalanan dilanjutkan. Ketemu belokan didepan, gue bingung
dan mikir lagi harus kemana (hahaha kopong). Dan akhirnya gue liat atap warung
Mbok Yem, semangat lagi jalan kearah sana. Daaaannn jengjeeeeng, WARUNG MBOK
YEM TUTUP!!!
18:30wib, kami
memutuskan bangun tenda disamping warung Mbok Yem, karena disitu paling
memungkinkan karena terhalang sedikit tebing dan pohon cantigi. Kondisi gue dan
Arie drop, dingin ga bisa gue tahan, menggigil parah walaupun pake raincoat
tapi celana dan baju gue basah. Ga bisa ngapa-ngapain lagi selain jongjok diam
dan menggigil. Mifta sigap bongkar nesting + kompor buat masak air panas, Bang
Ilham, Aryo, dan Chris bangun tenda. Kondisi Arie yang parah, menggigil,
ngomong ngaco kami khawatir kalau dia sampai kena Hypo. 15 menit 1 tenda
berdiri, gue disuruh masuk tenda buat ganti baju. Walaupun udah ganti baju dan
pake jaket, badan tetap ga bs kompromi nahan dingin. Akhirnya gue memutuskan
minjam matras Chris dan cepat-cepat bongkar SB gue dan masuk kedalamnya. Masih
mengigil, akhirnya gue minta tolong miifta buat nyelimutin SBnya yang belum
dipake ke atas badan gue (baik banget loh dia, ngusap-ngusap punggung gue,
menegarkan gue “sabar ya Ty, nanti juga anget lagi koq”). Ternyata diluar
gerimis, Mifta yang lagi masak nasi akhirnya ga jadi masak dan lebih milih buat
masuk ketenda untuk tidur. Dan kami semua memutuskan untuk 1 tenda 6 orang,
semua barang-barang disimpan ditenda Bang Ilham. Atur posisi, gue yang dari
awal udah tiduran ditengah ya ga banyak berubah. Posisi paling pinggir ada
Chris, Mifta, Gue, Aryo, Arie, dan Bang Ilham. Udah ga mikirin lapar, kami
semua langsung masuk ke SB masing-masing.
Kebayanglah gimana
jadinya 1 tenda 6 orang, ga bisa semuanya tidur terlentang harus ada beberapa
yang tidur miring (buat ganti posisi dari terlentang ke miring aja susah
hahaha), yang lain udah merem gue masih grasak grusuk kedinginan. Ternyata tetangga sebelah gue juga belum
tidur, ngobrol-ngobrol sebentar soal posisi tangan (hahaha saat itu gue
kebingungan harus nyimpen tangan dimana, dan akhirnya gue dapet posisi tangan
yang pewe yaitu disilang terus telapak tangan taruh dileher, lumayan bikin
anget tangan juga hahaha). Udah berasa
ngantuk, akhirnya penghuni didalam tenda hanyut dalam mimpinya masing-masing.
Ga terlalu pulas, karena beberapa kali terbangun dan ternyata Chris minta tuker
posisi sama Arie entah apa yang sedang dia alami, hampir 1 tenda bangun semua
kayanya. Karena posisi Arie hampir ditengah dan posisi Chris paling pojok dan
harus ngelewatin beberapa diantara kami untuk sampai ketempat Arie. Dipikir
dalam hati dan bikin ketawa sendiri “ini kenapa posisi selang-seling? Arie,
Mifta, Gue, Aryo, Chris, Bang Ilham”. Tapi gue ga pernah berpikir negatif sama
ketiga cowok ini, karena kami semua ga ada niat untuk macam-macam (CATET!).
Mata udah ga sanggup nahan ngantuk, akhirnya tidur lagi.
***
20 Januari 2013
Jam 02:00wib Mifta
bangun karena pengen pipis, sebagai orang yang ada disebelahnya gue sangat
berasa pas dia bangun karena posisi kami berenam yang hampir tumpuk-tumpukan
badan. Sadar kalau gue dan Aryo bangun, dia bilang gini “gue pengen pipis, gue
pipis depan tenda ya” Aryo jawab “ya janganlah, disamping tenda sana jangan
didepan” dijawab begitu Mifta malah minta anter Aryo, dan gue yakin Aryo ga
akan mau nganter karena dia terkenal magernya hahaha, bener aja bukannya
nganterin Mifta eh dia malah lanjut tidur lagi. Ga sadar setelah itu Mifta jadi
pipis atau engga karena gue juga keburu tidur lagi. Tidur dengan posisi kaki
ditekuk itu bikin pegel ternyata, tapi itu salah satu cara biar ga kedinginan
banget, tapi gue merasakan ada yang aneh ditelapak kaki gue, yang awalnya gue pikir
kaki gue berembun karena hawa dingin dari luar dan hawa panas dari badan gue
berkumpul didalam SB (teori dari mana coba). Tapi rasanya makin aneh, gue
memutuskan untuk bangun duduk dan ngecek itu basah apa. Setelah gue tau,
ternyata TENDA BANJIR! SB kami basah semua. Sadar kalau gue bangun duduk,
beberapa dari kami bangun dan gue bilang “ini tenda banjir” tapi mereka ga
bergeming dan memilih untuk lanjut tidur. Terus gue harus ngapain? Buangin air
keluar tenda gitu? Enggalah, gue juga bodo amatan dan akhirnya lanjut tidur
lagi hahahaha.
Kebangun lagi dan
liat jam udah jam 05:00wib, celingak-celinguk kesekeliling semua masih pulas
tidur didalam SBnya masing-masing. Mau bangunin mereka ada rasa kasihan karena
mereka semua kecapekan, tapi kami harus bangun subuh untuk masak dan lanjut
summit. Akhirnya gue bangunin Bang Ilham “Bang, bangun bang! Katanya mau
summit, udah jam 5 ni. Pada ga mau summit?” Bang Ilham Cuma jawab “iya ntar Ty,
diluar masih badai kayanya.” Setelah bangunin Bang Ilham dan penghuni tenda ga
ada yang bangun, akhirnya gue nyerah juga (ikutan ngelanjutin tidur haha). Jam
05:30wib gue kembali terbangun dan mendapati mereka masih pulas, saking
kesalnya gue bangunin mereka satu per satu. Setelah sukses ngebangunin mereka
gue yang giliran lanjut tidur, lumayan pulas dan lama. Tapi akhirnya gue
bangun, itu juga karena Mifta berisik minta ambilin nesting + kompor beserta
logistik dari tenda sebelah yang udah ada Bang Ilham didalamnya, dan Mifta mau
masak didalam tenda tempat kami tidur. Ada rasa kesal juga “Mifta apaan sih ah,
orang masih mau tidur dia malah mau masak disini. Kenapa ga ditenda sebelah aja
sih!” (maaf ye Mpok hahaha). Sadar kalau gue harus bantuin Mifta masak, akhirnya gue bangun dan melipir ketenda
sebelah.
Logistik yang kami
bawa sebagian besar berisi sayur-sayuran, karena kami bawa dari Jakarta ada
beberapa sayuran yang sudah rusak dan terpaksa harus kami buang, akhirnya
tersisa ikan-ikanan. Setelah masakan matang, kami baru sadar ternyata menu
makanan dipendakian kali ini ASIN SEMUA! Hahahaha. Ada tumis udang rebon asin,
mie asin, ikan asin dibalut telor (otomatis asin), soto ayam asin, dan yang
parah nasinya juga! (kenapa? Asin juga) bukan, nasinya itu nasi yang ditinggal
sama Mifta semalam dan kami lanjut masak tapi ga matang-matang. Tapi kami semua
menikmati sarapan asin di pagi hari hahaha.
Menu Sarapan Yang Berjudul Asin
Jam 08:30wib
setelah selesai sarapan, kami semua sepakat untuk lanjut ke Puncak tertinggi
Lawu yaitu Hargo Dumilah. Tapi cuaca tak kunjung membaik. Kami diterpa badai,
beruntung pohon cantigi menuju puncak berdiri sangat rapat. Gue di posisi
paling depan, selama perjalanan ke puncak pikiran gue kembali kacau. Memikirkan
kenapa harus mengajak mereka kesini, sudah jauh tapi tak dapat pemandangan
apa-apa kecuali kabut sepanjang mata memandang. Tapi hati mencoba tenang,
karena mereka tak mengeluh dengan keadaan saat itu. Setengah jam berjalan,
akhirnya gue sampai di puncak lebih awal dari mereka. Menghadap tugu Hargo
Dumilah, tanpa sadar gue meneteskan air mata. Antara sedih dan bahagia, hanya ucap
syukur Alhamdulillah yang bisa diucap karena melihat teman-teman gue sampai di
puncak tertinggi Lawu, Hargo Dumilah 3265mdpl. Raut wajah bahagia mereka
seketika membuat hati gue tenang. Dan ternyata surprise telah disiapkan oleh
mereka, Bang Ilham mengibarkan bendera Ilalang warna orange yang bertuliskan
“Happy B’day Ilalang Tya Hasanah” awalnya ga sadar kalau itu bendera disiapkan
buat gue, sampai akhirnya Bang Ilham nyuruh gue baca tulisan yang ada di
bendera itu dan menyerahkannya ke gue. Ga bisa berkata apa-apa, haru, bahagia,
malah sangat bahagia (lebay? Bodo amat, gue yang rasain koq :p). Serah terima
bendera selesai, cuaca tetap kelabu tak menghalangi kami untuk tetap narsis
berpose di 3265mdpl, lucu memang karena sebagus apapun pose kami, tetap saja
tertutup kabut hahahaha. Rasa bahagia ga surut, dengan refleks gue peluk mereka
satu persatu, mulai dari Bang Ilham, Mifta, Arie, Aryo, dan Chris. Mengucapkan
banyak terima kasih kepada mereka yang sudah menemani hari spesial gue (peluk
hangat buat kalian).
Kami di 3265 mdpl
Ilalang Lawu
Happy Birthday to Me
Badai masih
menyelimuti Hargo Dumilah, rencana awal memang akan selebrasi di puncak.
Selebrasi untuk OPEN TRIP ILALANG 2013 (gue baru sadar ternyata ajakan gue ke
Lawu itu dianggap sebagai open trip hahaha). Mereka sengaja menyiapkan 6 kaleng coca-cola untuk 6 orang. Setiap orang
memegang jatah coca-colanya masing-masing. Kamera on untuk merekam setiap
gerak-gerik kami di puncak, dan ternyataaaaaaaaa 1, 2, 3 kraaaaakkkk! Semua
luapan coca-cola disiram ke gue! Walaupun sempat menghindar tapi lengkeeeeettttt,
gue sebel sama kalian! Grrrrr entah ini ide siapa (setelah gue tau, semua
coca-cola itu di sponsori oleh Aryo) Good idea boy ppfftttt! Yang gue pikirin
saat itu adalah gue ga bawa jaket dan baju lagi, baju bersih gue udah abis ga
tersisa satupun. Terus kalau baju gue basah sama cola, gue harus pake baju apa
hiks. Kesel sih, tapi keselnya ketutup sama rasa senang dihati gue karena
melihat gelak tawa kalian. Yang lebih kopong, ya emang dasar kopong sih
ternyata colanya Mifta ga kebuka, bukaan kalengnya malah rusak sama dia
ckckckck.
Puas tertawa di
Hargo dumilah, kami memutuskan untuk turun karena kami harus bongkar tenda dan
waktu sudah semakin siang. Bukannya langsung beres-beres tenda, tapi kami
menyempatkan untuk duduk di depan warung Mbok Yem untuk menyampaikan kesan
pesan selama pendakian di Lawu dan make a wish di 2013 di depan kamera video
yang menyala. Disitu kami jujur kalau ternyata semua dilarang oleh orangtua
masing-masing, untuk tidak melakukan pendakian di musim hujan (hahahaha, udah
kena badai baru pada ngaku kalau dilarang). Waktu sudah menunjukkan pukul
09:30wib, saatnya kami bergegas untuk packing barang dan membongkar tenda.
Angin kencang masih berhembus, kami harus bergerak cepat sebelum cuaca berubah
jadi hujan.
Jam 11:10 wib semua
barang telah rapi dan masuk kedalam carrier masing-masing, perjalanan pulang
dimulai dengan berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Kami
memperhitungkan waktu tiba di basecamp sekitar pukul 14:00wib mengingat kami
melewati jalur yang sama seperti saat kami berangkat yaitu jalur Cemoro Sewu.
Formasi seperti saat berangkat, satu wanita dikawal 1 lelaki. Badai kembali
menerjang kami setelah melewati Sendang Drajat menuju pos 4, kami melewati
badai dengan formasi seperti saat kami akan menuju warung Mbok Yem kemarin
sore. Dengan hati-hati kami melangkah, akhirnya badai dapat kami lalui.
Perjalanan dilanjutkan, perjalanan yang sangat menyiksa kaki karena kami
menghadapi trek batu dari pos 4 menuju pos 3. Sampai pos 3 lebih awal, gue
memutuskan untuk menunggu Mifta, Arie, Bang Ilham, Aryo, dan Chris. 15 menit
menunggu, akhirnya Arie, Mifta, dan Bang
Ilham tiba di pos 3. Aryo dan Chris tertinggal jauh dibelakang, kami
memutuskan untuk menunggu mereka. Beberapa menit menunggu, ternyata mereka tak
kunjung datang. Akhirnya Bang Ilham nyuruh gue, Mifta, dan Arie untuk jalan
lebih dulu sedangkan Bang Ilham menunggu Aryo dan Chris.
Perjalanan dari pos
3 ke pos 2 hanya memakan waktu 15 menit, kami istirahat sambil menunggu Bang
Ilham, Aryo, dan Chris yang tertinggal di belakang. Ternyata kami bertemu
rombongan mahasiswa IISIP yang terpaksa open camp didekat pos 2 karena seorang
teman mereka sakit. Lama menunggu Ilham, Aryo, dan Chris yang tak
datang-datang, kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan dari pos 2 ke pos 1
didominasi batu besar disisi kanan jalur, gue berjalan paling depan dengan
beberapa kali Mifta berteriak “Ty, tunggu” gue pun menoleh dan seketika
menghentikan langkah. Asik berjalan, dan merasakan ada yang aneh (tanpa ada
teriakan Mifta), seketika gue menoleh kebelakang dan gue mendapati tak seorang
pun yang berjalan dibelakang gue. Deg! “Mifta sama Arie mana?” berhenti
sebentar sambil kemudian melepas jaket yang dari semalem gue pake, tapi mereka
ga muncul-muncul. Pikiran mulai kacau kalau gue harus berhenti lama disitu,
bulu kuduk berdiri (iseng meeen). Gue memutuskan ga menunggu mereka lebih lama
lagi, melanjutkan langkah kaki dengan kecepatan penuh (bukan niat mau ninggalin
mereka, tapi disitu gue sendirian dan rasa takut gue naik ke level tertinggi
ckckckck). Merasakan kalau pos 2 ke pos 1 itu jauuuuuhhh banget, tapi otak
harus tetap fokus berpikir positif. Karena kalau ada apa-apa ga ada yang bisa
nolongin gue, jalan sendiri itu bahaya sebenernya tapi gue ga bisa nunggu
mereka dengan waktu yang cukup lama karena itu yang lebih bahaya menurut gue.
Secercah harapan
ketika dari kejauhan gue nemuin bangunan seperti pos, kecepatan penuh ditambah
berharap di pos 1 gue bisa istirahat sambil nunggu teman-teman dibelakang.
Selama perjalanan dari pos 2 ke pos 1 gue bener-bener ga nemuin pendaki yang
mau turun ataupun yang mau naik. Sampai di pos 1, niat untuk beristirahat gue
batalkan karena kondisi pos yang ramai dengan para pendaki yang beristirahat.
Dan kebetulan gue melihat dua pendaki yang mau turun menuju basecamp, buru-buru
gue jalan mengejar dan membuntuti dibelakang mereka supaya selama perjalanan
gue ga sendirian lagi. 10 menit jalan dibelakang mereka dengan gerak langkah
yang santai, sepertinya mereka mulai menyadari keberadaan gue yang datang tanpa
permisi. Sesekali mereka menoleh kebelakang untuk melihat sosok makhluk apa
yang ada dibelakang mereka (WOW ternyata bidadari baru turun dari Hargo
Dumilah), tapi tak sepatah katapun yang terucap. Akhirnya gue berinisiatif
membuka obrolan “mas, dari mana?” errrr, sebenernya gue bukan tipikal orang
yang bisa ngobrol sambil jalan apalagi kondisi saat itu lagi trekking, buat
ngatur nafas sama kaki aja susah, gimana sambil ngobrol. Tapi ya itu terpaksa
gue lakukan, supaya kedua orang itu ga merasa aneh dengan keberadaan gue. Dan
mereka menjawab pertanyaan gue “dari Jogja mba, mbanya dari mana? Kok
sendirian?” (kan aneh kan mendapati seorang cewek yang jalan sendirian ditengah
hutan). “saya dari Jakarta mas, 5 orang teman saya masih dibelakang.” Ngobrol
ngalor-ngidul, sesampainya di ladang punya penduduk sekitar, mereka memutuskan
untuk istirahat tapi gue tetap melanjutkan perjalanan dipikiran gue “yah, jalan
sendiri lagi deh gue”. Mempercepat langkah supaya cepat melewati hutan cemara,
gue memutuskan untuk lari (bagus ga jatoh lu Ty Ty). Kecapean lari gue jalan
lagi, lihat jam ditangan sudah menunjukkan pukul 13:45wib, dan trek yang
sekarang gue lalui hanya membutuhkan 15-20 menit lagi untuk sampai di basecamp
Cemoro Sewu. Tapi ditengah perjalanan, gue ketemu seorang wanita dan dia
bertanya “mba dari mana?” gue: “dari Jakarta mba”. Mba itu: “Tya ya?” nah loh,
nih orang langsung tau nama gue gitu, ngeri kali. Gue: “iya mba, emang mba
siapa ya?”. Mba itu: “Arini mba, dari BPI Solo”. Seketika gue langsung sumringah
karena beberapa temen dari Solo (Mas Alvian dan Mas aryo) emang berencana
mengantar gue dan teman-teman ke Lawu, tapi karena kami memutuskan trekking
pagi. Kami ga bareng sama teman-teman
dari Solo. Singkat Arini bercerita kalau rombongannya hanya camp didekat
basecamp Cemoro Sewu, karena mereka tiba dibasecamp terlalu malam dan cuaca
dibawah pun sudah angin kencang. Tak berapa lama berselang, tiba Mas Alvian,
Mas Aryo, dan Reza (yang katanya anak baru di BPI Solo) datang menghampiri gue
dan Arini. Ngobrol sebentar, ternyata mereka sengaja nungguin kedatangan kami.
Karena sudah 2 jam waktu normal kami tak ada kabar (efek turun dari Mbok Yem
kesiangan) mereka menanyakan keberadaan 5 teman gue, akhirnya Gue diantar Reza
ke basecamp Cemoro Sewu, sedangkan Mas Alvian, Mas Aryo, dan Arini menuju pos 1
untuk menyusul teman-teman gue.
14:20wib, gue tiba
di basecamp Cemoro Sewu, ternyata Reza mengantar gue ke warung Ibu yang kemarin
gue sama teman-teman sarapan. Disana udah ada Tore, Mas Itong, Mas Galih, dan
Mas Aufar. Pertanyaan yang sama dengan
teman-teman BPI Solo yang lain “sendirian? Temen-temennya mana? Kamu ngejar
kereta jam berapa?”. Banyak hal yang ditanyakan oleh mereka. Lumayan lama, tiba-tiba Mas Alvian dan Mas
Aryo datang dengan gendongan carrier dipundaknya, carrier Mifta dan Arie!
Seketika gue langsung bertanya “temenku dimana mas?” jawaban Mas Aryo dan Mas
Alvian sedikit bikin gue lega “mereka sebentar lagi sampai kok”. Dan benar, ga
lama mereka menampakkan batang hidungnya.
Hati masih
ketar-ketir karena Bang Ilham, Aryo, dan Chris belum juga datang. Karena waktu
semakin cepat berlalu, khawatir kami tertinggal kereta karena jadwal kereta
kami dari Solo Jebres pukul 16:40wib, sedangkan perjalanan dari basecamp Cemoro
Sewu menuju Stasiun menghabiskan waktu 1,5 jam perjalanan. Jam 15:30wib Bang
Ilham menampakkan diri (macam hantu ya) sumringah karena satu persatu tiba di
basecamp, tapi gue cukup kecewa saat tau kalau Aryo dan Chris ga bareng Bang
Ilham. Bang Ilham bilang mereka masih jauh. Pikiran kalut, karena pasti
ketinggalan kereta. Jam 16:00wib, Aryo dan Chris belum juga tiba. Jam 16:30wib
hasil yang sama, belum juga tiba. Ini saatmya gue pasrah kalau kami harus
ketinggalan kereta.
Jam 17:30wib, gue
ngajak Arie untuk cari informasi dari pendaki yang baru turun. Jalan ke
basecamp cemoro sewu, kami menemui beberapa pendaki yang baru turun. Seketika
gue bertanya “mas, baru turun ya? Liat teman saya ga? 2 orang, cewe dan cowo
pake deuter coverbagnya biru” mas itu menjawab: “liat mba, itu yang cewe kakinya
keseleo. Tadi kami liat pas di pos 1”. Deg! Sudah diduga, kalau salah satu dari
mereka kenapa-kenapa karena waktu tempuh mereka untuk turun diluar batas normal
(hapasih). Gue ajak Arie untuk nyusul mereka, kasih kabar ke Bang Ilham kalau
Chris keseleo. Berjalan sekitar 40 menit, kami menemukan Chris, Aryo, dan Arini
beserta beberapa orang pendaki dari Jakarta. Kondisi Chris yang harus berjalan
terpincang-pincang memang menyulitkan untuk berjalan lebih cepat (paham koq
Chris, gue ngalamin pas turun dari Gede via Putri hehehe). Dan ternyata, kami
disusul lagi oleh kawan dari BPI Solo yaitu Mas Alvian, Mas Itong, dan Reza
hampir tiga kali mereka bolak-balik untuk menolong rombongan gue.
Cuaca hujan deras,
kami tiba di basecamp Cemoro Sewu pukul 18:00wib. Pasrah karena kami sudah ketinggalan kereta,
tapi gue harus pulang malam ini juga. Call centre PT. KAI gue hubungi untuk
cari info kereta apa yang tersedia untuk kepulangan kami, sampai agen bis pun
gue hubungi. Tapi semua nihil. Teman-teman dari Solo menawarkan untuk istirahat
dulu di Solo sebelum kami melanjutkan perjalanan pulang esok hari. Pasrah, ga
bisa berbuat banyak ya gue terima aja ajakan mereka. Akhirnya Arini bersedia
menyediakan tempat untuk kami berenam istirahat malam ini.
Jam 20:00wib, kami
beranjak dari Cemoro Sewu menuju rumah Arini di Solo. Gue tukar posisi dengan
Mas Aryo, gue di mobil Tore dan Mas Aryo di mobil elf yang kami sewa bersama
Mifta, Chris, bang Ilham, Arie, dan Aryo. Selama perjalanan gue dan Tore banyak
yang diperbincangkan, setelah 1,5 jam perjalanan akhirnya kami sampai di rumah
Arini. Disana sudah tiba cukup lama Mas Aryo dan kelima temen gue, sambutan
yang cukup hangat untuk kami dari kedua orang tua Arini. Keluarga yang mau
menerima kericuhan, kerusuhan, dan keberisikan kami dirumah mereka. Berbincang
sebentar dan merapikan tas, kami harus bergegas mencari Indom*rt atau Alf*mart
terdekat karena kami harus membeli tiket pulang esok hari. Sisa tiket tersedia
untuk kereta bisnis Jogja – Jakarta dengan harga Rp. 150.000,-. Terpaksa kami
pilih kereta Fajar Utama Jogja karena hanya kereta itu yang berangkat pagi dan
tiba di Jakarta sore hari. Semua pembayaran tiket kami di bantu Chris karena
sisa uang didompet tidak mencukupi hahahaha. Reservasi tiket selesai dan kami
kembali kerumah Arini, kami disuguhi jamuan untuk makan malam. Tanpa malu-malu,
kami bergegas ke dapur mengikuti langkah dibelakang Arini (kami pikir makan di
dapur, ternyata makanan dibawa ke dekat ruang tamu. Secara ga langsung, untuk
makan aja kami mutar jalan kedapur lalu keruang tamu padahal posisi awal kami
ada diteras luar dekat ruang tamu hahahahaha).
Makan Malam di Rumah Arini
Sangat lezat
makanan yang disuguhi, ada nasi goreng Solo, martabak telor, beberapa lalapan,
dan molen pisang. Asli itu molen enak banget! Berhubung gue suka banget sama
pisang, jadi gue bisa bedain molen pisang yang enak sama yang ga enak. Selesai
makan kami kembali ke teras depan rumah Arini untuk berbincang-bincang, jam
sudah menunjukkan pukul 23:30wib. Gue, Mifta, Chris, Bang Ilham, Aryo, dan Arie
memutuskan untuk mandi malam itu supaya paginya kami ga perlu mandi lagi. Ga
ada yang bergerak untuk mandi duluan, akhirnya gue ambil giliran pertama untuk
mandi. Seumur-umur gue ga pernah mandi tengah malem gitu, badan langsung berasa
ga enak. Selesai mandi dan beres-beres, gue bergabung dengan teman-teman yang
masih mager buat mandi. Ga kuat buat melek, gue pilih untuk tidur duluan.
***
21 Januari 2013
Alarm HP gue bunyi
tepat pukul 03:00wib, bergegas bangun untuk cuci muka dan sikat gigi. Ternyata
Chris juga udah bangun, ngobrol-ngobrol sama Chris dan gue minta bantuan Chris
untuk bangunin teman-teman yang lain. Jam 04:00wib Tore udah datang buat jemput
kami. Dari awal memang Tore berniat buat nganterin kami ke Stasiun Solo Balapan
karena kereta Pramex menuju Jogja berhenti di stasiun itu. Rencana awal kami
akan diantar dengan 1 mobil dan 2 motor. Tapi ternyata Mas Alvian yang mau
mengantar kami dengan mobilnya. Beres-beres, pamit kepada kedua orang tua Arini
yang sangat baik, kami bergegas menuju Gudeg Ceker (katanya mau ke stasiun?).
Dari obrolan semalam, ternyata kami akan diantar wisata kuliner subuh ke Gudeg
Ceker sebelum melanjutkan perjalanan ke Jogja. Suasana makan yang cukup asik
walaupun dengan lesehan beralaskan tikar dipinggir jalan yang banyak dilalui
bus antar kota.
Bersama Kawan BPI Solo Maem Gudeg Ceker
Waktu sudah menunjukkan
pukul 05:00wib, kami harus cepat menuju Stasiun Solo Balapan yang letaknya tak
jauh dari tempat kami makan. Hanya sekitar 5 menit perjalanan kami sudah sampai
di Stasiun Solo Balapan, kami terkejut karena antrian orang untuk memesan tiket
kereta Pramex sudah sangat panjang. Sigap mas Alvian langsung mengambil
antrian, dan ga lama gue yang menggantikan posisi antrian. Tiket kereta Pramex
dengan jadwal keberangkatan pukul 05:30wib dengan harga tiket Rp. 10.000,- per
orang.
Saatnya Tubbi
berpisah, saatnya Tubbi berpisah, saatnya Tubbi berpisah. Persis film kartun
jaman gue SMP. Ya saatnya kami berpisah dengan kawan-kawan BPI Solo, sangat
bangga mengenal mereka karena kami diterima dan diperlakukan sangat baik
disana. Selesai mengucapkan salam perpisahan, kami masuk ke peron stasiun
kereta Pramex menuju Jogja ada dijalur 6. Kondisi kereta pagi itu sudah sangat
ramai dan penuh, beruntung kami masih mendapatkan tempat duduk. Perjalanan
memakan waktu sekitar 1 jam 40 menit, selama di kereta kami berbincang-bincang
tetapi diantara kami juga ada yang memilih untuk pergi kealam mimpi (alias
tidur).
Kereta tiba tepat
waktu, pukul 06:40wib kami sudah sampai di stasiun Tugu Jogja. Struk pembelian
karcis kereta semalam harus ditukarkan ke bagian reservasi tiket yang kebetulan
jam 07:00wib masih tutup. Kami memutuskan untuk mencari angkringan sekedar
mencari kopi atau teh manis, belum jauh kami jalan ternyata reservasi tiket
sudah dibuka. Gue memutuskan untuk mengantri menukarkan struk ke tiket asli
sedangkan Mifta, Chris, Bang Ilham, Aryo, dan Arie melanjutkan ke angkringan.
Loket baru dibuka tapi nomor antrian gue udah lumayan jauh, nomor 8. Selama
antri, sempat kepikiran untuk tukar jadwal kereta jadi jam 18:00wib supaya kami
bisa main di Jogja agak lama tapi beberapa diantara kami termasuk gue harus
sampai Jakarta sore ini, niat tukar jadwal gue batalkan. Setengah jam
mengantri, akhirnya tiba giliran gue. Urus tiket ga memakan waktu lama, gue
menyusul kelima teman gue yang ada di angkringan depan Stasiun Tugu. Baru
sampai, tapi udah ada panggilan bahwa seluruh penumpang kereta api Fajar Utama
Jogja untuk segera memasuki peron Stasiun. Yaaaahh, niat mau ke Malioboro juga
jadi gagal karena waktu yang mepet dengan jam keberangkatan. Bergegas kami
memasuki menuju stasiun, pemeriksaan tiket sesuai identitas pun dilakukan.
Semua sesuai, kami menuju peron stasiun menuju Jalur 3. Masuk ke kereta dan menyimpan
seluruh barang bawaan kami, kereta masih 20 menit lagi berangkat. Niat kami
untuk tetap narsis pun tetap ada. Berbagai macam pose dan berkali-kali juga
minta tolong orang untuk mengambil pose kami hahahaha kelakuaaan.
Pukul 08:00wib
kereta melaju menuju Jakarta. Seperti biasa, bosan melanda karena kondisi
kereta yang sepi pedagang. Kebetulan Mifta sebangku sama gue dan dia lebih
memilih untuk tidur pffttt. Chris, Aryo, Arie juga tidur akhirnya gue ngajak
Bang Ilham ke sambungan gerbong, banyak ngobrol dan foto-foto juga disana.
Lumayan lama ngobrol dan gue kelaparan, tersiksa juga dikereta ga ada tukang
dagang. Bosen ngobrol-ngobrol dan ngantuk, gue dan Bang Ilham balik lagi ke
bangku. Ternyata Mifta udah bangun dan dia juga kelaparan, gue ajak ke restorasi
buat sekedar pesan mie rebus. Sampai di restorasi ternyata ga jual mie rebus
doooong, yaudah gue beli minuman dingin dan sejenak duduk di restorasi.
Ternyata Bang Ilham, Aryo, dan Arie menyusul mereka pun kelaparan tapi makanan
yang mereka mau ga tersedia di restorasi, ya sama aja ujung-ujungnya Cuma pesan
minum hahaha. Lama ngobrol-ngobrol di restorasi, Aryo kembali ketempat duduknya
dan gue, Mifta, Bang Ilham dan Arie masih anteng duduk di restorasi.
Ngobrol-ngobrol dan ketawa-ketawa ingat cerita ke Lawu yang baru kami alami.
Agak sumringah karena setiap berhenti di stasiun banyak tukang dagang yang
masuk, mulai dari kacang rebus, nasi ayam, dan sirsak pun dibeli (belum aja
diusir sama petugas restorasi karena kita ga tau diri cuma numpang duduk dan bermodalkan
3 botol minuman dingin tapi beli makanan dari luar hahaha). Saat itu, gue
ngerasa lebih lama ngobrol di restorasi dibandingkan dengan duduk dibangku
kereta yang udah dipesan dengan harga Rp. 150.000,- hahaha.
Sekitar pukul
14:00wib kami tiba di Stasiun Cirebon, seperti biasa kami turun. Beberapa
diantara kami membeli makan, berfoto, merokok dan lain-lain. Perjalanan kereta
dilanjutkan, hampir semua dari kami memutuskan untuk tidur sambil menunggu
tibanya kereta di Jakarta. Hanya bisa pulas beberapa jam, gue pun terbangun
melihat kearah luar kereta ternyata kereta baru sampai Cikampek. Beberapa dari
kami pun sudah terbangun, berbincang dan ternyata Bang Ilham, Chris, dan Aryo
memilih turun di Stasiun Bekasi. Sedangkan gue, Mifta, dan Aryo memilih Stasiun
Jatinegara.
Selang beberapa
jam, kereta kami tiba di Stasiun Bekasi (Teletubbies berpisah lagi?) engga,
yang ini perpisahannya biasa aja karena hari sabtu pun kami bertemu lagi untuk
share foto hahaha. Berpisah dengan Bang Ilham, Chris, dan Arie dadah dadah dari
dalam kereta hahahaha. Kereta melaju lagi menuju Stasiun Jatinegara dan ini
saatnya gue, Mifta, dan Aryo turun, dan kami berpisah melanjutkan perjalanan
kerumah masing-masing.
Haaaah, perjalanan
panjang yang sangat berarti buat gue. Banyak pengalaman yang gue dapat dari
perjalanan ini, sahabat, cerita, harapan, tekad, niat, keyakinan, doa orang
tua, dan ridho Allah SWT yang membuat kami bertahan dan bisa melalui badai
besar di Lawu. Beribu syukur karena kami masih diberikan sehat dan selamat hingga
bisa pulang kerumah dan bertemu orang tua kami, terima kasih ya Allah.
Ucap terima kasih
untuk kelima sahabat yang udah menemani dihari spesial gue, mau diajak susah,
pengertian, dan masih banyak lagi kebaikan kalian yang ga bisa gue tulis
disini. Biar cuma hati gue yang tau (halah hahaha). Terima kasih Bang Ilham dan
Aryo yang udah mengenalkan sambungan gerbong kereta sama gue hahaha. Ucap terima kasih
untuk sahabat Ilalang yang mendukung, dan mendoakan kami selama diperjalanan.
Doa kalian sangat berarti. Ucap terima kasih
untuk Rangers, khususnya Citra dan Irfan yang udah repot-repot nyari informasi
tentang keberadaan gue yang 2 jam lebih ga ada kabar. Itu karena gue telat
turun dari warung Mbok Yem. Ucap terima kasih
untuk seluruh kawan BPI Solo dan orang tua Arini yang banyak membantu kami
selama di Solo, yang mau menerima keberadaan kami yang rusuh.
Terima kasih untuk kalian yang rela meluangkan waktu dan matanya untuk membaca blog gue. Jangan kapok yaaa, sampai bertemu di cerita selanjutnya di tempat yang berbeda :)
Inspiring story tya, ceritanya penuh pelajaran penting. Dan cerita ini mengandung unsur RACUN banget buat gw sebagai pembaca haha
BalasHapusGw bilang ke kalian : kalian semua luar biasa!
u/ BPI Solo gw salut banget penyambutan dan penerimaannya. Gw terharu. (y)
Semoga kita bisa bertemu ya di trip selanjutnya.
auliaulhaq
comment ga ya.. comment ah ! hahahahahaha..
BalasHapusGOOD Ty ! Perfect ! Sempurna !..
Akhirnya selesai juga.....!!! syukur dah kembali k rumah dg selamat...merinding baca ceritanya pas lari-lari..heu
BalasHapusJadi pengen cepet-cepet Desember, buat trip k Lawu
BalasHapus